Oknum PPK Dapil 2 (Sekotong - Lembar) Diduga Curangi Hasil Pleno Caleg

Oknum PPK Dapil 2 (Sekotong - Lembar) Diduga Curangi Hasil Pleno Caleg
Lombok Barat, NTB (Berita Bumigora) - Oknum Penitian Pemilihan Kecamatan atau (PPK) diduga telah memenipulasi data perolehan Calon Legislatif (Caleg) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nomor urut 2. Ulah oknum itu bahkan merugikan Caleg PKS nomor urut 1 Daerah Pemilihan (Dapil) 2 Sekotong-Lembar Abubakar Abdullah. Protes dugaan kecurangan itu bahkan dilakukan Caleg PKS nomor urut 1 itu ketika malam pleno rekapitulasi di Kecamatan Lembar. Pria asal Gili Gede itu merasa telah dizholimi oleh oknum PPK itu. Sebab dari C Hasil yang dipegang Partai PKS perolehan suara Caleg PKS nomor 2 itu terpaut seribu lebih suara dibawah nomor urut 1. Namun tiba-tiba berubah saat pleno Kecamatan.

“Ini dzolim namanya, meraka telah melakukan pemufakatan jahat,” ujar Abubakar Abdullah yang dikonfirmasi akhir pekan kemarin.

Menurutnya banyak perolehan suara caleg PKS di dapul itu yang dialihkan oknum PPK itu ke nomor urut 2. Seperti suara caleg PKS nomor urut 8,7 dan 6 yang diambil dan dipindahkan ke nomor urut 2. Termasuk suara dirinya tak luput dialihkan oleh oknum PPK itu demi menguntungkan Caleg nomor urut 2 tersebut.

“harusnya nomor urut dua dapat 2204 di kecamatan Lembar dinaikan jadi 3140. Dan itu kami punya datanya,” tegas Abu.

Pria desa Gili Gede itu bahkan berani menujukan data sebenarnya. Terlebih di internal PKS juga menujukan data bahwa hasil perolehan suara Abubakar lebih tinggi dari Caleg nomor urut 2. Tindakan oknum PPK itupun sudah dianggap tindakan pidana.

“Saksi saya beberapa kali minta untuk dibuka secara transparan saat rekalitulasi di desa. Tiba-tiba langsung perkecamatan, ini terjadi manipulasi, ada unsur pidana disana, pembohongan publik,” Tuding Abu.

Jika mengacu kepada data C1 yang dikumpulkan saksi PKS, suara sebenarnya Caleg Nomor urut 2 PKS hanya 2.204 suara. Namun kemudian dinaikan menjadi 3.140 oleh oknum tersebut. Seluruh suara yang mendongkrak perolehan Caleg nomor urut dua itu diambil dari caleg suara nomor urut 8 dan 7 diambil.

“Mereka sudah melakukan pemufakatan jahat, itu pidana. Harus ada pembelajaran hukum untuk pelaku-pelaku ini. Ada indikasi pemufakatan jahat ini dan ada data-datanya,” tegasnya kembali.

Atas kecurangan itu, diakuinya ia langsung mendatangi pleno kecamatan tersebut, lantaran para saksi PKS tidak didengar saat melayangkan keberatan atas hasil itu.

“saya hadir disana untuk meluruskan dan meminta kepada ppk dan panwas untuk membuka hasil pleno sebelumnya perdesa. Biar jelas dan tidak ada perubahan,” ujarnya.

Kondisi itu tidak hanya terjadi di Kecamatan Lembar, namun juga di Kecamatan Sekotong. Suara para caleg PKS yang berada dibawah nomor urut 2 seluruhnya dicomot untuk mendongkrak suara caleg itu.

“hasil perhitungan c hasil, ada buktinya itu caleg nomor dua hanya bisa memperoleh 184 suara di sekotong, Tapi ternyata tiba-tiba dipleno dinaikan jadi 866. Dari mana sumbernya ? diambil dari suara caleg nomor urut dibawahnya seperti nomor urut 8 yang semula suara itu 555 berubah menjadi 41 suara, Kemudian nomor 7 dari 95 suara jadi 3,” imbuhnya.

Tindakan persekongkolan itupun dinilainya sudah mencederai makna demokrasi yang adil dan jujur. Sehingga nantinya ketika pleno di tingkat kabupaten pihaknya akan ngotot membuka kotak suara untuk membuktikan dugaan kecurangan itu.

“kami memegang bukti dan saksi. ini mencederai demokrasi, merusak nilai-nilai kejujuran dan keadilan,” pungkasnya.

Menanggapi kasus itu Ketua Bawaslu Lobar, Rizal Umami masih menunggu adanya pembuktian dari Caleg bersangkutan atas laporan kejadian khusus yang disampaikan. Sebab pihaknya selaku pengawas tetap menjalankan tugas sesuai aturan yang mengatur.

“kalau dia menyampaikan itu (laporan kejadian khusus) di sana (pleno ),” ujar Rizal.

Sebab rizal menerangkan jika ada keberatan atau laporan kejadian khusus atas proses perhitungan atau rekapitulasi itu harusnya disampaikan ketika prose pleno kecamatan. Bukan pada saat setelah dilakukan Pleno.

Menurutnya bukan kewenangan Bawaslu ketika ada sengketa hasil atas pemilu itu. Sebab ranah itu berada di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun jika itu laporan terkait dugaan kecurangan penyelenggara pihaknya bisa menindaklanjuti baik itu secara kode etik maupun tindak pidana.